- Back to Home »
- Analisa tentang kearifan lokal dan Budaya Bali
Posted by : Masih Kuliah
Selasa, 24 Maret 2015
Bali
merupakan daerah yang sangat terkenal di dunia baik karena pariwisata maupun
Kearifan lokal dan budayanya. Bali yang masih sangat memegang teguh budaya dan
kearifan lokalnya menjadi sebuah daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk
datang berkungjung. Bali merupakan
daerah dengan mayoritas penduduk hindu ini mampu mempertahankan
kebudayaan yang ada sejak jaman kerajaaan hindu-budha dan satu satunya daerah
di indonesia bahkan didunia yang memiliki budaya hindu-budha yang sangat kental
dala,m segala aspek kehiduan. Kearifan dan budaya yang masih sangat kental ini
menyebabkan segala perbuatan yang di lakukan tidak lepas dari kearifan dan
kebudayaan lokal disana. Toleransi yang ditunjukan oleh masyrakat bali
menunjukan tingkat kebudyayaan dari daerah yang ber ibu kota denpasar itu.
Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota
provinsinya ialah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas
penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai
tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi
para wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal dengan sebutan Pulau
Dewata dan Pulau Seribu Pura.
Keunikan Bali yang lain bisa dilihat lewat bagaimana manusia
Bali melakukan pembinaan kekerabatan secara lahir dan batin. Manusia Bali
begitu taat untuk tetap ingat dengan asal muasal darimana dirinya berasal. Hal
inilah kemudian melahirkan berbagai golongan di masyarakatnya yang kini dikenal
dengan wangsa atau soroh. Begitu banyak soroh yang berkembang di Bali dan
mereka memiliki tempat pemujaan keluarga secara tersendiri.
Tatanan masyarakat berdasarkan soroh ini begitu kuat
menyelimuti aktivitas kehidupan manusia Bali. Mereka tetap mempertahankan untuk
melestarikan silsilah yang mereka miliki.
KERANGKA TEORITIS
Definisi Kearifan Lokal
Definisi Etimologis
Kearifan lokal,
terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan lokal
(local) atau setempat. Jadi kearifan lokal adalah gagasan setempat yang
bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti
oleh anggota masyarakatnya.
Definisi
kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang
ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan
lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang
baik yang ada di dalam wilayah tersebut. Kalau mau jujur, sebenarnya
nilai-nilai kearifan lokal ini sudah diajarkan secara turun temurun oleh orang
tua kita kepada kita selaku anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling
menghormati dan tepa salira merupakan contoh kecil dari kearifan lokal.
Definisi konseptual
Menurut Sibarani
Dalam Sibarani (2012: 112-113) juga dijelaskan bahwa
kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang
berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan
masyarakat. Kearifan lokal juga dapat didefinisikan sebagai nilai budaya lokal
yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif
atau bijaksana.
Menurut Keraf
Pengertian
kearifan lokal (tradisional) menurut Keraf (2002) adalah semua
bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika
yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas
ekologis.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Sistem Kemasyarakatan
1.
Banjar
Merupakan bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang
didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan sosial itu diperkuat oleh kesatuan
adat dan upacara-upacara keagaman yang keramat. Didaerah pegunungan, sifat
keanggotaan banjar hanya terbatas pada orang yang lahir di wilayah banjar
tersebut. Sedangkan didaerah datar, sifat keanggotaannya tidak tertutup dan
terbatas kepada orang-orang asli yang lahir di banjar itu. Orang dari wilayah
lain atau lahir di wilayah lain dan kebetulan menetap di banjar bersangkutan
dipersilakan untuk menjadi anggota(krama banjar) kalau yang bersangkutan
menghendaki.
Pusat dari bale banjar adalah bale banjar, dimana
warga banjar bertemu pada hari-hari yang tetap. Banjar dikepalai oleh seorang
kepala yang disebut kelian banjar. Ia dipilih dengan masa jabatab tertentu oleh
warga banjar. Tugasnya tidak hanya menyangkut segala urusan dalam lapangan
kehidupan sosial dari banjar sebagai suatu komuniti, tapi juga lapangan
kehidupan keagamaan. Kecuali itu ia juga harus memecahkan masalah yang
menyangkut adat. Kadang kelian banjar juga mengurus hal-hal yang sifatnya
berkaitan dengan administrasi pemerintahan.
2.Subak
Subak di Bali seolah-olah lepas dari dari Banjar dan
mempunyai kepala sendiri. Orang yang menjadi warga subak tidak semuanya sama
dengan orang yang menjadi anggota banjar. Warga subak adalah pemilik atau para
penggarap sawah yang yang menerima air irigasinya dari dari bendungan-bendungan
yang diurus oleh suatu subak. Sudah tentu tidak semua warga subak tadi hidup
dalam suatu banjar. Sebaliknya ada seorang warga banjar yang mempunyai banyak
sawah yang terpencar dan mendapat air irigasi dari bendungan yang diurus oleh
beberapa subak. Dengan demikian warga banjar tersebtu akan menggabungkan diri
dengan semua subak dimana ia mempunya sebidang sawah.
3.Sekaha
Dalam kehidupan kemasyarakatan desa di Bali, ada
organisasi-organisasi yang bergerak dalam lapangan kehidupan yang khusus, ialah
sekaha. organisasi ini bersifat turun-temurun, tapi ada pula yang bersifat
sementara. Ada sekaha yang fungsinya adalah menyelenggarakan hal-hal atau
upacara-upacara yang berkenan dengan desa, misalnya sekaha baris (perkumpulan
tari baris), sekaha teruna-teruni. Sekaha tersebut sifatnya permanen, tapi ada
juga sekaha yang sifatnya sementara, yaitu sekaha yang didirikan berdasarkan atas
suatu kebutuhan tertentu, misalnya sekaha memula (perkumpulan menanam), sekaha
manyi (perkumpulan menuai), sekaha gong (perkumpulan gamelan) dan lain-lain.
sekaha-sekaha di atas biasanya merupakan perkumpulan yang terlepas dari
organisasi banjar maupun desa.
4. Gotong Royong
Dalam kehidupan berkomuniti dalam masyarakat Bali
dikenal sistem gotong royong (nguopin) yang meliputi lapangan-lapangan
aktivitet di sawah (seperti menenem, menyiangi, panen dan sebagainya), sekitar
rumah tangga (memperbaiki atap rumah, dinding rumah, menggali sumur dan
sebagainaya), dalam perayaan-perayaan atau upacara-upacara yang diadakan oleh
suatu keluarga, atau dalam peristiwa kecelakaan dan kematian. nguopin antara
individu biasanya dilandasi oleh pengertian bahwa bantuan tenaga yang diberikan
wajib dibalas dengan bantuan tenaga juga. kecuali nguopin masih ada acara
gotong royong antara sekaha dengan sekaha. Cara serupa ini disebut ngedeng
(menarik).
5.
Menyamabraya –
Masyarakat
Bali, meskipun berasal dari latar-belakang yang berbeda-beda, selalu merasa
bersaudara. Bagi orang Bali semua orang adalah ‘nyama’ (=saudara dekat).
Sejauh-jauhnya mereka menggap orang lain itu sebagai ‘braya’ (=saudara jauh).
Sehingga secara keseluruhan, bingkainya selalu persaudaraan.
6.
Matilesang raga –
Masyarakat Bali menjujung tinggi sebuah nilai yang
disebut ‘metilesang raga’ yang artinya, kurang lebih: bisa menempatkan diri,
sesuai dengan tempat, waktu, dan keadaan. Misalnya: ketika orang Hindu memiliki
hajatan dan dikunjungi oleh warga Islam, mereka tahu harus menghidangkan
makanan yang boleh dimakan oleh warga Islam.
7.
Nawang lek –
Nilai ‘nawang lek’ ini membuat masyarakat Bali
cenderung tidak berperilaku yang aneh-aneh, tidak neko-neko. Mereka merasa malu
kalau sampai bikin masalah, apalagi sampai ribut-ribut. Mereka malu mengambil
sesuatu yang bukan haknya. Mereka malu kalau tidak hadir ketika ada warga lain
dalam kesusahan. Mereka malu kalau tidak membantu tetangga yang sedang punya
hajatan, terlepas dari berbedaan latar belakang suku, agama, ras, dan yang
lainnya.
Penggunaan Bahasa Bali
Bahasa Bali memiliki struktur bahasa yang kompleks
dengan kosa kata yang sangat banyak jumlahnya.Bahasa Bali dapat dibedakan
berdasarkan status sosialnya, yaitu:
Bahasa Bali tingkat rendah (basa ketah)
Bahasa Bali tingkat menengah (basa madia)
Bahasa Balu tingkat tinggi (basa singgih)
Penggunaan tingkatan Bahasa Bali tergantung pada
situasi dari percakapan. Basa Madia dipergunakan ketika seseorang menegur orang
lain untuk bersikap lebih sopan namun tidak ingin menunjukkan adanya perbedaan
kasta. Biasanya, masyarakat Bali berkomunikasi dengan menggunakan Basa Singgih.
Bali yang masih menggunakan sistem kasta, nampak
mulai memudar dalam penggunaan bahasa. Dahulu, seseorang bisa saja ditanyakan
berasal dari kasta mana lalu penggunaan bahasa pun disesuaikan dengan kasta
lawan bicaranya. Karena pengaruh kuat dari demokrasi di Bali, perbedaan antar
kasta sekarang ini sudah mulai hilang dan melebur. Bahkan dampak dari demokrasi
di Bali ini adalah keinginan untuk menggabungkan Bahasa Bali menjadi satu jenis
saja, yaitu Basa Madia.
Bahasa Bali merupakan salah satu variasi dari
kelompok Bahasa Austronesian. Penggunaan Bahasa Bali sendiri hanya dapat
ditemukan di Bali dan penyebarannya hanya sedikit sekali di luar Bali. Bahasa
Bali pun biasanya hanya digunakan di dalam rumah masyarakat Bali saat seorang
anak masih kecil. Setelah anak tersebut bersekolah, ia akan mendapatkan
pengajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Bali pun hanya merupakan bahasa kedua
mereka.
Bahasa Bali dapat ditemukan penggunaannya selain di
masyarakat Bali yaitu di buku-buku yang kebanyakan membahas masalah
religiusitas. Selain itu, Bahasa Bali juga menjadi salah satu subjek di sekolah
dasar Bali. Penulisan bahasa ini juga menggunakan alphabet Roma yang dikenal
dengan Tulisan Bali.
Penggunaan Bahasa Bali tingkat tinggi diperlukan
untuk situasi-situasi tertentu seperti saat berbicara dengan orang asing, kasta
yang lebih tinggi, atau pendeta. Beberapa dokumen pun harus dituliskan dalam
Bahasa Bali dengan mengutamakan formalitas.
Contoh
penggunaan Bahasa Bali:
1.
SUDRA ke KSATRIYA: "Ambilang Ida lanjaran." = tolong ambilkan rokok
itu untuk pendeta. Kasta Sudra menggunakan Bahasa Bali tingkat menengah untuk
berbicara ke kasta Ksatriya.
2.
SUDRA ke Pedanda (Pendeta): "Titiang jagi ngaturan lanjaran puniki ring
Ida." = Saya akan mengambilkan rokok itu untuk anda. Sudra menggunakan
Bahasa Bali tingkat tinggi karena ia berbicara dengan pendeta yang oleh
masyarakat Bali dianggap memiliki kasta yang tertinggi.
3.
KSATRIYA ke SUDRA: "Aturin Ida lanjaran puniki." = Berikan rokok ini
ke pendeta. Meskipun Ksatriya berbicara ke Sudra, ia tetap menggunakan Bahasa
Bali tingkat menengah karena dalam percakapannya, pendeta menjadi objek
pembicaraan.
4.
KSATRIYA ke SUDRA: "Jemakang beli rokone ento." = Belikan saya rokok
itu. Ksatriya menggunakan Bahasa Bali tingkat rendah ke Sudra karena ia
berbicara untuk kepentingan dirinya sendiri.
Dalam penggunaan bahasa, masyarakat
Bali mengenal istilah Pramada. Konsep Pramada adalah seseorang tidak
diperbolehkan menggunakan bahasa yang membuat dirinya memiliki posisi kasta
yang lebih tinggi dari posisinya yang seharusnya. Pramada juga berarti tidak
diperbolehkan untuk bertanya hal-hal yang mempertanyakan religiusitas
masyarakat Bali.
Pramada
juga mengajarkan agar seseorang tidak memanggil nama orang lain yang memiliki
status yang lebih tinggi.
Konsep Pramada telah ada dalam masyarakat Bali sejak
lama dan hingga sekarang Pramada dalam masyarakat Bali sangat mudah ditemukan.
Di rumah-rumah masyarakat Bali, tuan rumah akan meminta maaf untuk makanan yang
ia sajikan untuk sang tamu, mengatakan bahwa ia adalah orang miskin dan
karenanya sang tamu harus menerima dan memaafkan keadaan yang seadanya.
Konsep
ini juga terlihat dalam kegiatan berdagang masyarakat Bali. Jika seseorang
tidak ingin membeli sebuah barang dari orang Bali lainnya, mereka tidak boleh
mengatakan tidak. Kata tidak digantikan dengan Bahasa Bali „benjang-benjang‟.
3.2 Sistem Kasta
Seperti yg kita
ketahui, sebagian besar masyarakat Bali memeluk agama Hindu. Atas dasar itulah
sampai sekarang system kasta masih dapat dijumpai di Bali. Kasta merupakan
peninggalan nenek moyang orang hindu diBali yg diwariskan dari generasi ke
generasi. Pada zaman dahulu, kasta itu dibuat berdasarkan profesi masyarakat.
Sampai saat ini diBali ada 4 kasta yaitu:
1. kasta Brahmana
Kasta brahmana
merupakan kasta yang memiliki kedudukan tertinggi, dalam generasi kasta
brahmana ini biasanya akan selalu ada yang menjalankan kependetaan. Dalam
pelaksanaanya seseorang yang berasal dari kasta brahmana yang telah menjadi
seorang pendeta akan memilik sisinya, dimanasisya-sisya inilah yang akan
memperhatikan kesejahteraan dari pendeta tersebut, dan dalam pelaksanaan
upacara-upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh anggotasisya tersebut dan
bersifat upacara besarakan selalu menghadirkan pendeta tersebut untuk muput
upacara tersebut. Dari segi nama seseorang akan diketahui bahwa dia berasal
dari golongan kasta brahmana, biasanya seseorang yang berasal dari keturunan
kasta brahmana ini akan memiliki nama depan “Ida Bagus untuk anak laki-laki,
Ida Ayu untuk anak perempuan, atau pun hanya menggunakan kata Ida untuk anak
laki-laki maupun perempuan”. Dan untuk sebutan tempat tinggalnya disebut
dengangriya.
2. Kasta Ksatriya
Kasta ini merupakan
kasta yang memiliki posisi yang sangat penting dalam pemerintahan dan politik
tradisional di Bali, karena orang-orang yang berasal dari kasta ini merupakan
keturuna dari Raja-raja di Bali pada zaman kerajaan. Namun sampai saat ini
kekuatan hegemoninya masih cukup kuat, sehingga terkadang beberapa desa masih
merasa abdi dari keturunan Raja tersebut. Dari segi nama yang berasal dari
keturunan kasta ksatriya ini akan menggunakan nama “AnakAgung, DewaAgung,
Tjokorda, dan ada juga yang menggunakan nama Dewa”. Dan untuk nama tempat
tinggalnya disebut dengan Puri.
3. KastaWesya
Masyarakat Bali yang
berasal dari kasta ini merupakan orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan
keturunan raja-raja terdahulu. Masyarakat yang berasal dari kasta ini biasanya
merupakan keturunan abdi-abdi kepercayaan Raja, prajurit utama kerajaan, namun
terkadang ada juga yang merupakan keluarga Puri yang ditempatkan diwilayah lain
dan diposisikan agak rendah dari keturunan asalnya karena melakukan kesalahan
sehingga statusnya diturunkan. Dari segi nama kasta ini menggunakan nama
seperti I GustiAgung, I GustiBagus, I GustiAyu, ataupun I Gusti. Dinama untuk
penyebutan tempat tinggalnya disebut dengan Jero.
4. KastaSudra
Kasta Sudra merupakan
kasta yang mayoritas di Bali, namun memiliki kedudukan sosial yang paling
rendah, dinama masyarakat yang berasal dari kasta ini harus berbicara dengan
Sor Singgih Basa dengan orang yang berasal dari kasta yang lebih tinggi atau
yang disebut dengan Tri Wangsa. Sampai saat ini masyarakat yang berasal dari
kasta ini masih menjadi parekan dari golongan Tri Wangsa. Dari segi nama warga
masyarakat dari kasta Sudra akan menggunakan nama seperti berikut :
– Untuk anak pertama : Gede, Putu,
Wayan.
– Untuk anak kedua :Kadek, Nyoman,
Nengah
– Untuk anak ketiga :Komang
– Untuk anak keempat :Ketut
Dan dalam penamaan rumah dari kasta ini
disebut dengan umah.
Sistem mata pencaharian
Sistem
mata pencaharian hidup masyarakat Bali terdiri dari pertanian, industri, dan
jasa. Pola perkampungan penduduk Bali pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor tata nilai ritual yang menempatkan zona sakral di bagian angin
(timur) sebagai arah terbitnya matahari sebagai yang diutamakan. Faktor kondisi
dan potensi alam, menempatkan nilia utama ke arah kaja (gunung) dan sebaliknya
menganggap rendah arah kelod (laut). Faktor ekonomi, menempatkan nilai utama
pada tempat bekerja seperti desa nelayan menghadap ke laut, desa pertanian menghadap
ke arah sawah atau perkebunan.
Seperti
pada umumnya daerah lain di Indonesia, penduduk Bali sebagian besar hidup dari
pertanian. Penduduk yang bertempat tinggal di daerah pesisir biasanya mereka
hidup sebagai nelayan. Selain itu juga ada yang sebagai seniman dan Pulau Bali
terkenal sama keseniannya. Pada akhir abad 19 ini karena adanya kemajuan
teknologi sehingga memudahkan orang bepergian kemana-mana, maka sektor
pariwisata mulai menjadi salah satu sektor yang menjadi mata pencaharian
penduduk Bali. Sehingga pada awal tahun 80-an banyaklah bermunculan
daerah-daerah pariwisata seperti Sanur, Nusa Dua, Kuta dan lain sebagainya.
Sektor ini menjadi andalan pendapatan daerah Bali, sehingga banyak penduduk
bali yang beralih profesi menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata.
SISTEM MATA PENCARIAN
HIDUP MASYARAKAT BALI TERDIRI DARI :
1. BERBURU DAN MERAMU
Bali
sebagai sebuah pulau kecil di hamparan katulistiwa Nusantara sejak masa
prasejarah ikut serta dalam pertumbuhan budaya yang menjadi akar dari perkembangan
kebudayaan nasional. Sebelum memasuki masa bercocok tanam masyarakat Bali masa
prasejarah melakukan berburu hewan-hewan dan meramu obat-obatan untuk bertahan
hidup.
Demikian
pula pada masa perundagian. Masa perundagian adalah puncak segala kemajuan yang
berhasil dicapai yakni merupakan perkembangan lebih lanjut dari masa bercocok
tanam. Penduduk yang hidup bergabung dalam suatu desa, sudah berhasil mencapai
suatu taraf yang baik dengan penguasaan teknologi yang tinggi seperti teknik
pembuatan gera¬bah, kepandaian menuang perunggu. Masa perundagian telah
menghasilkan kebudayaan Indonesia asli yang bernilai tinggi ka¬rena dijiwai
oleh konsepsi alam pikiran yang hidup di dalam masyarakat pada waktu itu.
2. PERIKANAN
Bali
adalah pulau kecil hanya dengan luas hanya 5,682 km persegi dengan tingkat
kepadatan penduduk yang relatif tinggi yakni 565 orang per km persegi. Bali di
kelilingi wilayah pesisir dengan panjang 430 km . karena wilayahnya dikelilingi
oleh laut Mayoritas masyarakat Bali bermata pencaharian sebagai nelayan,
mayoritas terdapat di daerah Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali.
Dari
segi matapencaharian dalam bidang perikanan , komoditi ikan tuna dari Bali
dikenal di pasar dunia. Tuna hasil tangkapan masyarakat Bali mampu menembus
pasar ekspor sejak dulu. Beberapa negara yang cukup besar mengimpor tuna dari
Bali adalah Jepang, Taiwan, Cina, dan Korea. Negara-negara Asia yang merupakan
konsumen ikan terbesar di dunia ini bisa dibilang memiliki hubungan bisnis yang
erat dengan Bali, khususnya komoditi tuna.
Di
samping tuna, ada pula beberapa jenis ikan lainnya yang cukup populer dan
digemari pasar internasional. Misalnya saja udang dan ikan kerapu. Dua jenis
komoditi ini cukup tinggi realisasi ekspornya meskipun hingga kini dominasi
tuna masih belum bisa terkalahkan. Namun ke depan prospek kedua komoditi itu
diprediksi akan semakin bagus, karena banyaknya pengusaha yang secara
profesional membudidayakannya di perairan Bali Utara yang memang sangat cocok
untuk jenis kerapu maupun tuna.
Selain
komoditi perikanan yang dapat dikonsumsi sebagaimana dikatakan Kepala Dinas
Perikanan dan Kelautan Propinsi Bali Wisnawa Manuaba juga mempunyai potensi
komoditi lainnya, Misalnya saja ikan hias dan rumput laut. Jenis-jenis komoditi
ini termasuk cukup mengalami peningkatan dalam realisasi ekspor selama dua
tahun belakangan ini.
kegiatan
budidaya rumput laut sebagai salah satu bentuk mata pencaharian yang ramah
lingkungan telah diinisiasikan forum masyarakat lokal, FKMPP-Forum Komunikasi
Masyarakat Peduli Pesisir, bersama WWF-Indonesia, sejak tahun 2003. Melalui
kegiatan ini diharapkan para nelayan bersedia beralih dari kegiatan penangkapan
ikan yang merusak terumbu karang dan ekosistem laut, seperti pengeboman dan
penggunaan sianida, ke kegiatan mata pencaharian yang ramah lingkungan.
Dalam
menggiatkan mata pencaharian yang ramah lingkungan bagi masyarakat setempat,
WWF-Indonesia tidak berhenti hanya pada pengembangan budidaya rumput laut. Agar
tercipta suatu rantai bisnis yang utuh, maka WWF-Indonesia juga membantu
memfasilitasi para petani dalam membangun jaringan pasar guna memasarkan hasil
panen rumput laut mereka dengan harga yang adil. 3. BERCOCOK TANAM DI LADANG
Pada
masa bercocok tanam, dengan memperhatikan tipologi tinggalan beliung persegi di
Bali, maka dapat dikatakan bahwa Bali pada masa itu telah mempunyai hubungan
budaya yang luas dengan daerah lainnya di kepulauan Indonesia maupun di Asia
Tenggara (di antaranya Malaysia, Burma, Kamboja, Thailand, Laos, dan bahkan
dengan China dan Formosa), Hubungan yang demikian luas terjadi akibat adanya
migrasi yang disebabkan oleh pencarian daerah yang lebih subur untuk
kepentingan perladangan.
1.
Bertani Padi
Bali
sebagai salah satu Propinsi di Nusantara Indonesia, masyarakatnya adalah
agraris atau bermatapencaharian sebagai petani dengan wilayah yang relatif
sempit yaitu 563.666 hektar, terdiri dari 80.765 hektar lahan persawahan dan
sisanya 482.901 hektar lahan bukan sawah .Di wilayah Pulau Bali yang Khususnya
daerah persawahan terkenal dengan organisasi yang disebut Subak yaitu
organisasi yang mengatur pengairan di sawah. Masyarakat petani dalam melakukan
aktivitas pertanian di sawah dengan memanfaatkan alat-alat tradisional yang
paling popular disebut bajak, yang mana dalam pengolahan tanah dibagi dalam
tahapan-tahapan kegiatan yaitu untuk menggemburkan tanah memakai bajak tenggala
, untuk membersihkan tanah dari gulma-gulma memakai bajak jangkar, untuk
melumatkan tanah menjadi lumpur memakai bajak lampit slau dan terakhir untuk
menghaluskan tanah memakai bajak plasah. Setelah permukaan tanah lumpur
tersebut halus baru ditanami padi bulih (tanaman pohon padi yang masih muda),
yang mana dalam proses aktivitas pertanian di sawah ini masyarakat Bali
menerapkan sistim kerja ngajakan (kerja gotong royong/bekerja saling bantu
membantu tanpa imbalan jasa). Selain menanam padi masyarakat Bali yang
khususnya tinggal di daerah pedesaan, juga bertani Jagung, singkong atau
umbi-umbian dan kedelai.
2.
Berkebun
Selain
bertani masyarakat Bali juga membuka lahan untuk berkebun. Tanaman perekebunan
yang menjadi mata pencaharian masyarakat Bali meliputi tanaman perkebunan
karet, kopi (arabika dan robusta), tembakau (rakyat dan virginia), kakao, lada,
vanili dan kelapa dalam. Secara umum, luas areal perkebunan pada tahun 2003
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2002. Namun demikian ada beberapa
jenis tanaman perkebunan yang mengalami penurunan, seperti kopi robusta,
tembakau rakyat dan lada.
4. BERCOCOK TANAM MENETAP
Adapun
jenis mata pencaharian bercocok tanam menetap yang dianggap berpotensi
dikembangkan di kawasan Bali Barat adalah budidaya dan pengolahan cabai pasca
panen. Sekitar 45 % sumber pendapatan keluarga masyarakat pesisir di kedua desa
di Bali Barat, Sumber Klampok dan Pejarakan, didapatkan dari kegiatan bertani
dengan cabai sebagai unggulannya. Dengan bertambahnya opsi kegiatan mata
pencaharian yang ramah lingkungan, selain budidaya rumput laut, maka
kesejahteraan masyarakat semakin terjamin .
Selain
itu Komoditas perkebunan di Provinsi Bali juga menjadi mata pencaharian tetap,
lokasinya tersebar namun, untuk beberapa komoditi terpusat di beberapa wilayah
seperti: •Kopi Arabika terpusat di Kintamani Bangli •Kakao terpusat di
Selemadeg Tabanan •Kopi Rabusta terpusat di Pupuan, Tabanan • Jambu Mete
terpusat di Kubu, Karangasem
5.PETERNAKAN
Usaha
peternakan di Provinsi Bali sebagian besar masih dilakukan secara tradisional
oleh masyarakat. Usaha ini merupakan usaha sambilan atau sebagai pelengkap
usaha lainnya. Sementara itu, populasi ternak dalam bahasan ini mencakup sapi
potong, sapi perah, kambing, domba, babi, ayam buras, ayam petelur, ayam
pedaging dan itik.Populasi ternak sapi potong setiap tahun mengalami
peningkatan sebesar 3,41 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk
ternak sapi perah, jumlah populasi tahun 2003 hanya 28 ekor turun 48,15 persen
jika dibandingkan jumlah populasi pada tahun 2002 yang berjumlah 54 ekor. Hal
ini berdampak pada produksi susu yang dihasilkan Pada tahun 2003 produksi susu
mencapai 35,48 ton, sedangkan produksi susu tahun 2002 mencapai 68,43 ton.
Sementara
itu, jumlah populasi untuk ternak kecil tahun 2003 berturut-turut adalah
sebagai berikut, populasi kambing 61.958 ekor, domba 13 ekor dan babi 978.020
ekor. Namun jika dibandingkan dengan tahun 2002 jumlah populasi kambing dan
domba mengalami penurunan, dimana pada tahun 2002 jumlah kambing mencapai
73.555 ekor sedangkan jumlah domba 439 ekor. Sedangkan untuk jumlah babi
mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2002. Populasi babi di Bali
mencapai 978.020 ekor pada tahun 2003 dan semakin mengalami peningkatan pada
tahun-tahun berikutnya.
6. PERDAGANGAN
Perdagangan di Bali
sekarang sudah menjadi mata pencaharian mayoritas masyarakat Bali, Karena Bali
adalah Kota pariwisata maka masyarakat Bali memanfaatkan segala sarana dan
fasilitas untuk berdagang sehingga memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat Bali.
Berikut ini adalah Pasar-Pasar di Kota Bali yang dijadikan tempat berdagang ,
Pemda Kota Bali sudah menyediakan sarana maupun Fasilitas berupa tempat-tempat
berdagang.
HASIL
ANALISA
Setelah di analisa dari
beberapa sumber kearifan local dan budaya di bali memengaruhi aspek social,ekonomi dan bahasa.
Dalam hal ini kesantunan dan toleransi menjadi hal yang paling menonjol dari
budaya Bali. Dengan adanya kearifan ini membentuk tatanan ekonomi yang sesuai
dengan kearifan sosila dan budaya di bali, sehingga keunikan ini menciptakan
ketertarikan wisata disana. Bahasa juga memberikan pengaruh yang besar dalam
penerapan budaya dan kearifan local di bali.
Daftar pustaka
Wahib,Abdul.2011. Pergulatan
Pendidikan Agama Islam Di Kawasan Minoritas Muslim.
IAIN Walisongo Semarang
Saragih, Yenni P. 2013. Kearifan
Lokal Kesantunan Berbahasa Pada Masyarakat PasisiBarus .Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara.
Noviasih,Ni Kadek P.2013. Tumpek
Landep Kearifan Lokal Umat Hindu Etnis Bali Memanfaatkan Teknologi Untuk
Kemanusiaan.
Sembiring Iskandar,hasnudi, dkk.2004. Kearifan
Tradisional Terhadap Perlindungan Hutan Di Kabupaten Dairi. Program Studi
Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
http://ariefksmwrdn.blogspot.com/2014/06/pengertian-kearifan-lokal.html
online(di akses 2 maret 2015, 22.00).
http://popbali.com/inilah-kearifan-lokal-yang-buat-toleransi-di-bali-selalu-tinggi/
online(di akses 2 maret 2015, 22.00).
https://ninfe.files.wordpress.com/2009/10/paper-bali-cultural-anthropology.pdf
online( di akses 2 maret 2015 22.00)